Translate

Mhd As'ad Resmi Bergabung Jadi Drummer Band Kamochi

 Muhammad as'ad menyatakan resmi bergabung dengan kamochi.hal ini langsung di ungkapkan oleh manager A.P PRODUCTION ke media lokal.pria kelahiran aceh utara ini mengatakan  sangat senang bisa bergabung dengan kamochi.mereka akan coba bersuara dengan lagu.bahkan mereka mulai menyiapkan persiapan album perdana habis lebaran ini.
band baru ini yang diresmikan tanggal 29 mei 2016 siap memberikan yang terbaik,dan belajar untuk jadi terbaik,dan mereka ingin menyanyikan lagu dengan mewakili perasaan hati masyarakat,

sukses kamochi.

   

BCL Saat Tinggal di Aceh, dari Lewati Basis GAM hingga Susahnya Akses

   Sejak usia 6 bulan Bunga Citra Lestari memang tinggal bersama kedua orangtuanya di kota Palembang. Menginjak Sekolah Dasar pelantun ‘Sunny’ itu pindah ke Semarang dan tak lama kemudian kembali ke kota kelahirannya, Jakarta sampai kelas 6 SD. Memasuki Sekolah Menengah Pertama, ia kembali berpindah, kali ini ke Lhokseumawe, Aceh.
“Yang berat sebenarnya adalah waktu pindah ke Aceh, karena sudah memasuki masa remaja, itu SD kelas 6. Kelas 6 SD sempat di Jakarta dulu baru pindah ke Aceh. Baik dari pelajarannya pun kan sulit ya karena kan kurikulum di Jakarta dan di Lhokseumawe itu kan kota kecil ibu kotanya Aceh Utara, ibu kota kabupaten gitu jadai beda,” kenangnya.
Perbedaan juga dirasakan BCL dalam hal fasilitas dan fisik bangunan sekolah. Bahkan ketika pemeran Diana dalam film garapan sutradara Upi, ‘My Stupid Boss’ yang kini tengah tayang di bioskop itu menginjak lantai sekolahnya, ia kaget karena masih tanah merah.
“Semuanya (berbeda), gurunya, apanya segala macem fasilitas sekolahnya, apalagi sekolah negeri yang emang lantainya pun belum ada keramiknya….makanya aku bilang kalau ada orang ngeliat hidup aku enak aja, aku bilang hidup aku nggak enak. Ya, hidup aku enak sih, cuman I know how it feels gitu,” sambungnya.
BCL juga mengenang keragaman teman-teman sekelasnya kala itu. “Temen-temen aku berbagai macam kalangan mulai dari anak yang tukang jualan di sekolah, yang buat bayar uang sekolah aja susah, sampai anaknya bos bank mana, di sana juga kita sekolahnya, di sekolah yang sama dan nggak terlalu banyak sekolah juga di sana. Sekolah negeri ya, kalau swasta ada tapi jauh, itu buat sekolah anak-anak ekspatriatlah,” tuturnya.
Pemeran Ainun dalam film mega-bestseller ‘Habibie & Ainun’ itu tinggal di Lhokseumawe hingga kelas 3 SMP. Ia pun turut mengalami dampak konflik GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang pada saat itu tengah mencekam. Pindah ke Jakarta, meletuslah kerusuhan Mei 98.
“Jadi aku pindah ke Jakarta itu di saat aku udah kelas 3 SMP, itu emang di Aceh udah mulai GAM, jadi udah mulai ada tembak- tembakan di sana, Alhamdulillah pada momen itu aku, papa aku dipindahin ke Jakarta sampai Jakarta kerusuhan 1998,” jelasnya dengan raut wajah yang mendadak berubah sedih.
Akses untuk meninggalkan kota Lhokseumawe pun sangat sulit kala itu. Semua pilihan sama-sama sulit. “Panik sih, mamiku juga takut dan kita nggak punya akses, jadi dari kota aku itu kalau kita mau naik pesawat itu harus pergi kalau nggak ke Banda Aceh 9 jam naik mobil, atau medan 6 jam naik mobil. Jadi yang terdekat kalau kita mau ke mana-mana ya kita harus melewati kota-kota kecil menuju ke Medan, ngelewatin Langsa, ngelewati berbagai macam kota yang emang sebenarnya itu tempatnya (basis) GAM,” rincinya.
Setibanya di Jakarta, Bunga Citra Lestari harus menerima pengalaman yang tidak begitu mengenakan bagi dirinya dan keluarga. Kerusuhan Mei 98 menambah cerita Bunga saat berada di Aceh. Pindah ke Jakarta pada tahun terakhir di kelas 3 SMP, membuat Bunga mengalami nilai jelek pada saat Ebtanas. Ia begitu heran kenapa pada saat itu semua nilai anjlok drastis.
“Wah itu serem banget sih, udah remaja SMP kelas 3. Jadi kelas 3 itu sebagian di Aceh sebagian di Jakarta. Ebtanas habis semua nilainya, nggak ada yang bener, semua jelek dan di tahun itu semuanya jelek nggak tahu kenapa, apa perhitungannya salah atau apanya nggak ngerti,” ujarnya dengan ekspresi bingung.
Sama horornya dengan nilai yang jeblok, kerusuhan Mei 98 pun meninggalkan jejak kenangan buruk pad BCL sampai sekarang. “Aku pulang sekolah tiba-tiba denger rusuh-rusuh udah mulai, yang mulai Jakarta Utara, Jakarta Barat tiba-tiba dari rumah kita bisa ngeliat Hero Gatot Subroto dibakar, tiba-tiba papiku pulang. Papa kan orang BI, pulang ke rumah jalan kaki dari kantor di Thamrin dan Ilook like chinese dan mamiku terlihat sepertichinese sekali, jadi takut sekali. Takut sekali, dan nggak bisa beli apa apa,” kenangnya.
“Jadi di rumah kita cuma makan indomie doang, pakai kompor listrik yang ada di rumah gitu, emang bener-bener ngerasain periode-periode yang menakutkan sekali itu sih 98 nggak ada yang ngalahin,” tambahnya.

Lirik Lagu Bergek Dikit Dikit

Cok silop tinggai dompet
Cok leuweu tinggai jeket
Cok silop tinggai dompet

Cok leuweu tinggai jeket
Cok honda tinggai cewek
Eh ka tinggai
Pakoen hana ka ek dek

Satu ini satu itu Adek lake-lake
Baje baroe Hp Oppo Abang saket ule
Mumang dek Capek deh Abang hek seumike
Ooo Oooo Ooooo

Seminggu sekali ka Adek pakat jak
Lam uroe tarek Abang pih ka Keunong ceukak
Adek peuteun gengsi Han jeut ek becak
Ooo Oooo Ooooo

Begini begitu Caroeng dek bak ta rayu
Cut abang Adek hana perle tau

Kalo dikit-dikit Adek ka hoy abang
Adek jatuh dikitpun Hoy akang
Maklum poen meucinta Hana aturan
Abang dikit-dikit Dikit-dikit

Kalo meusireuk Dikit abang
Asai ka jioh Ka hoy ayank
Demi adek sayang Abang jatuh pinsan
Rela loen sedikit Dikit-dikit Dikit-dikit

Male dek Abang that male
Adek tunyoek Troek bak boeh kaye
Gara-gara Adek meulake
Adek hue abang Dikeu-keu keude

Male dek Abang that male
Adek tunyoek Troek bak boeh kaye
Gara-gara Adek meulake
Adek hue abang Dikeu-keu keude

Begini begitu Caroeng dek bak ta rayu
Cut abang Adek hana perle tau

Kalo dikit-dikit Adek ka hoy abang
Adek jatuh dikitpun Hoy akang
Maklum poen meucinta Hana aturan
Abang dikit-dikit Dikit-dikit

*Music

Satu ini satu itu Adek lake-lake
Baje baroe Hp Oppo Abang saket ule
Mumang dek Capek deh Abang hek seumike
Ooo Oooo Ooooo

Seminggu sekali ka Adek pakat jak
Lam uroe tarek Abang pih ka Keunong ceukak
Adek peuteun gengsi Han jeut ek becak
Ooo Oooo Ooooo

Begini begitu Caroeng dek bak ta rayu
Cut abang Adek hana perle tau

Kalo dikit-dikit Adek ka hoy abang
Adek jatuh dikitpun Hoy akang
Maklum poen meucinta Hana aturan
Abang dikit-dikit Dikit-dikit

Kalo meusireuk Dikit abang
Asai ka jioh Ka hoy ayank
Demi adek sayang Abang jatuh pinsan
Rela loen sedikit Dikit-dikit Dikit-dikit

Male dek Abang that male
Adek tunyoek Troek bak boeh kaye
Gara-gara Adek meulake
Adek hue abang Dikeu-keu keude

Male dek Abang that male
Adek tunyoek Troek bak boeh kaye
Gara-gara Adek meulake
Adek hue abang Dikeu-keu keude

Begini begitu Caroeng dek bak ta rayu
Cut abang Adek hana perle tau

Kalo dikit-dikit Adek ka hoy abang
Adek jatuh dikitpun Hoy akang
Maklum poen meucinta Hana aturan
Abang dikit-dikit Dikit-dikit

Liza Aulia, Menyanyi dengan Hati

   
      KALIMAT bernyanyi dengan hati, sesungguhnya datang dari lelaki pendamping hidup Liza Aulia. Tiga kata dari Fahroel Muhadi, rupanya telah menyentuh perasaan perempuan kuning langsat dan berwajah tirus ini. Kata-kata itu juga yang telah menyemangati dan memberi kepercayaan dirinya setiap kali mau mentas. Semacam tenaga tambahanlah.
“Pesan itu diucapkan suami, ketika saya mau nyanyi di Auditorium RRI Banda Aceh, beberapa waktu lalu. Kebetulan suami saya bisa ke Banda Aceh dan ikut nonton. Lalu suami bilang, nyanyinya yang bagus ya, pakai hati,” ungkap pelantun single Kutiding ini, dalam suara kecil plus seperti biasa dengan gerak-gerik lemah-lembutnya. Namun tak bisa disembunyikan, dalam sinar mata Liza, tampak dia gembira dan bahagia dengan ucapan suaminya itu. Seperti ada ketenangan di sana.  
Ketika pesan normatif tersebut dilafaskan, itu adalah salah satu momen yang berkesan bagi Liza. Dia mengaku betapa besar pengaruhnya bagi dia, bila sang suami, ikut berkomentar dan menonton pementasannya. Apalagi hanya sekali-kali Fahroel bisa datang ke Banda Aceh, karena tugasnya sebagai salah seorang Instruktur Akademi Militer (Akmil) Magelang, sangat menyita waktu.
Jauh terpisah oleh pulau dan lautan tersebut, nyatanya merupakan bagian dari hari-hari Liza selama berkarir nyanyi di Banda Aceh, kendati suasana tak lengkap itu, mampu terminimalisir karena dapat memboyong sang buah cinta (Khansa Athifa Azalia, 4 tahun, dan Safa Alzena Azalia, 3 tahun), selama rekaman atau membuat clip di Aceh. 
Kesempatan dan jarak memang tak mudah bagi empat sekawan pimpinan  Fahroel itu. Belum lagi kehilangan waktu bersama. Namun, sesuai kesepakatan bersama, Liza pun harus menjalani rumah tangga dan karir menyanyi berbarengan, seseimbang-seimbangnya. Agar semua tetap dalam bingkai kebaikan.
Karena kondisi jarak dan waktu itu pula, tak heranlah untuk menyelesaikan satu album saja butuh waktu lebih dari setahun. Album pertama Liza, Kutiding direkam tahun 2005, di-lounching tahun 2007. Tentu saja dengan semua kompleksitas mekanisme pengerjaan sebuah produk rekaman. Apalagi menginginkan hasil karya yang berkualitas.
Sekarang Liza sedang ‘repot’ dengan album kedua Rihoun Meulambong (rekaman tahun 2010) dan sedang divideoclipkan mulai tahun 2012, dan baru selesai lima lagu dari sebelas lagu (karya Yacob Samalanga, Taufik Opay, Mahrizal Ruby, termasuk nomor Beuingat dari album terdahulu) yang akan diluncur ke pasar. Tetapi, belum ada bocoran kapan pula Rihoun Meulambong siap lounching. Yang jelas, menurut produsernya, clip Rihoun Meulambong, lebih spesial dari Kutiding, baik dari segi gambar maupun audionya. Lokasi syutingnya pun lebih bervariasi.
Menurut Liza, pembuatan album kali ini memang tidak seperti album pertamanya. Secara fisik dan psikis, memang tidak mudah, karena harus bolak-balik Banda Aceh-Magelang. “Untunglah suami saya support dan pengertiannya sangat besar,” kata Liza dalam senyum tipisnya.
Dia berharap album Rihoun Meulambong, bisa diterima masyarakat. Liza menginginkan akan terus bernyanyi untuk masyarakat Aceh. Tentu selama dia masih dipercaya dan disukai karyanya, selama orang Aceh masih menyukai lagu Aceh, selama masih ada restu suami.
Selebihnya, sekali-kali Liza tampil untuk perkumpulan orang Aceh di Yogyakarta, plus tak lupa bersumbangsih untuk acara kantoran di mana sang suami berdinas. Menurut rencana, Minggu malam ini, Liza muncul untuk penggemarnya dalam suatu even di wilayah Utara Aceh. Jadi tak saja sibuk syuting clip Rihoun Meulambong di seputaran Lhoknga dan Jantho, Aceh Besar, tapi juga sempat menyapa pengagumnya di Lhokseumawe

Sosok Liza Aulia

Kuthiding. Saya yakin, mayoritas masyarakat Aceh, tua-muda, sudah pernah mendengar lagu yang katanya berasal dari mantra menjinakkan harimau. Malah, penikmat lagu ini tak hanya orang Aceh, orang luar Aceh juga senang mendengarnya. Apalagi musiknya menyentak banget. Lagu ini pula yang mempopulerkan namanya.

Dialah Liza Aulia, sang penyanyi lagu Kuthiding yang cukup populer tersebut. Wajahnya Aceh banget. Jangan tanya secantik apa wajahnya, karena pasti cantik dan manis. Senyumnya juga alami, seperti terlihat dari fotonya. Hal itu tak terlepas dari usianya yang sangat muda.


Lia, demikian wanita lahir di Banda Aceh, 15 November 1986 disapa. Namanya, mulai terkenal sejak bermain dalam film dokumenter “Serambi” yang digarap sineas terkenal Indonesia, Garin Nugroho. Film tersebut diproduseri oleh Cristine Hakim, pemeran tokoh Cut Nyak Dhien dalam film dengan judul sama: Cut Nyak Dhien. 

Film “Serambi” yang dibintangi Liza sempat diputar di Hard Rock Café, Jakarta. "Liza mendapatkan predikat terbaik dalam film itu," demikian ucap wanita bersuamikan seorang tentara ini ketika dihubungi wartawan Harian Aceh, melalui HP Om Syech. 
Liza Aulia pantas senang, karena terpilih sebagai pemeran utama dari ribuan wanita Aceh yang mendaftar. Ini tentu saja bukan kebetulan, karena Liza tercatat sebagai seorang penari sebuah Sanggar di Aceh, yang sering disorot kamera. 

Bagi sebagian masyarakat Aceh, saya percaya sudah tak asing lagi dengan suara gadis berkulit kuning langsat ini. Soalnya, salah satu lagu hitnya “Kuthiding” yang diproduksi Kasga Record jadi nada sambung atau nada dering dan jadi ring back tone (RBT) para pengguna HP di Aceh. Versi Audio CD dan VCD direncanakan beredar setelah Idul Fitri ini. 

Karena wajah cerahnya, tak salah dong jika saya juga memajang foto dia di blog ini, biar pengunjung ikut fresh. Soalnya, wajah mahasiswi FKIP Unsyiah ini menarik untuk dilihat dan dipandang lama-lama. 

Tapi jangan pandang lama-lama pada bulan Ramadhan, takut timbul keinginan macam-macam, dan bisa membatalkan puasa. 

Jadi, saya harap, tidak ada yang memprotes, jika saya ikut memasang foto artis Aceh ini, yang memiliki suara sangat merdu. Itung-itung promosi artis lokal. Siapa tahu ikut terkenal seperti Rafly. Kan bosan juga dengar suara Rafly terus, sesekali boleh dong mendengarkan suara merdu Liza. Sukses ya Liza Aulia.

“EUMPANG BREUH”, FILM KOMEDI ACEH DI TONTON ORANG NTT


   Orang bilang cinta itu datang dari mata turun ke hati. Mungkin benar adanya, hanya lewat pandangan pertama, Joni Kapluk (Abdul Hadi) langsung menaruh hati kepada Yusniar (Nurhasyidah) si kembang desa. Bak gayung bersambut, Yusniar pun seakan terhipnotis cintanya Joni. Singkat cerita, mereka pun mengikat tali cinta sehidup semati.

Akan tetapi kisah cinta mereka tak berjalan mulus. Hubungan Joni dan Yusniar mendapat tantangan keras dari Ayah Yusniar, Haji Uma (Umar Pradana). Joni yang sehari-hari berprofesi sebagai preman kampung dianggap orang yang tidak berpendidikan, tak pantas untuk Yusniar yang lembut, sopan dan penuh tata krama. 


Tapi bukan Joni namanya jika menyerah begitu saja. Joni pun berusaha sekuat tenaga mempertahankan ikatan cintanya, walaupun terkadang nyawa sebagai taruhannya. Untunglah Joni punya sahabat seperti Mando Gapi (Sulaiman). yang mau setia membantu dan menemani Joni memperjuangkan hubungan cintanya dengan Yusniar.
***
Cerita di atas adalah sinopsis singkat film serial Eumpang Breuh (Preman Gampong) yang sangat fenomenal di Aceh beberapa tahun belakangan. Film komedi berbahasa Aceh arahan sutradara Ayah Doe ini mampu menghinoptis pecinta film di Aceh lewat  ceritanya yang orisinil.

Film serial Eumpang Breuh ini telah menjadi alternatif tontonan bagi rakyattanah rencong yang memang haus akan hiburan. Menceritakan tentang kehidupan masyarakat Aceh pedesaan, dengan balutan komedi yang tak biasa, dibumbui dengan kisah asmara yang manis dan juga terkadang terselip pesan-pesan moral yang menyentuh.

Kata Eumpang Breuh sendiri, jika kita coba terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bermakna karung beras atau goni beras. Joni yang serba “pas-pasan” berhasil mendapatkan cintanya Yusniar yang cantik jelita, keberuntungan Joni inilah diibaratkan seperti mendapat sekarung beras. 

Film serial yang bersetting di kawasan Lhoksemawe dan sekitarnya inibooming di pasaran dan telah diproduksi hingga 11 seri (mungkin akan terus bertambah). Film ini biasanya di release lewat bentuk kepingan VCD menjelang liburan Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha tiap tahunnya. Sangking antusiasnya, warga bisa bersesak-sesak di tempat penjual-penjual VCD sesaat setelah film ini beredar.

Coba tanyakan pada orang Aceh siapa sih yang tak kenal dengan aksi kocak Bang Joni dengan rambut gondrongnya, Mando Gapi dengan motor astuti-nya, Yusniar dengan pesona khas wanita Aceh atau Haji Uma dengan parang pusakanya?

Saya rasa tidak ada orang Aceh yang tak kenal mereka. Semua kalangan mulai anak-anak hingga manula hapal betul tingkah polah pemeran-pemeran serial Eumpang Breuh.

Ditonton Orang NTT

Ada cerita menarik dibalik kesuksesan serial film “Karung Beras” ini. Belum banyak yang tahu bahwa serial film Eumpang Breuh bukan hanya ditonton oleh orang Aceh saja, akan tetapi juga telah ditonton orang hingga ke Nusa Tenggara Timur (NTT) sana.

Ya, saya sedang tidak bercanda. Info ini langsung saya dapat sendiri saat saya menjadi salah seorang pendidik di Kabupaten Lembata, NTT tahun lalu. Sebagai informasi tambahan, jarak antara Aceh dan NTT adalah sekitar puluhan ribu kilometer. Untuk menuju ke Lembata paling tidak butuh empat kali transit pesawat.

Di sana saya punya adik angkat bernama Yeris. Ia mempunyai sebuahhandphone merek “China” yang selalu Ia bawa kemana-mana. Hari itu saya perhatikan Ia tertawa terbahak-bahak sendiri sembari fokus memandangi layar handphone-nya. Saya yang sudah sangat penasaran langsung menghampirinya. Begitu kagetnya saya setelah melihat video yang Ia tonton adalah adegan Bang Joni sedang dikejar-kejar Haji Uma dengan parang.

Setelah menggali informasi lebih lanjut, rupa-rupanya video tersebut Ia dapat dari temannya melalui media transfer Bluetooth. Yang mereka tahu filmEumpang Breuh adalah film yang berasal dari Sulawesi sana. Mereka sama sekali tidak paham dialog yang digunakan Bang Joni, dkk. Tapi semuanya terhibur dengan akting pemeran-pemeran serial film Eumpang Breuh.

Cerita persis sama juga saya dapat dari pengalaman teman seperjuangan saya yang juga bertugas menjadi staf pengajar di Lembata. Sang teman juga terheran-heran dengan fakta bahwa salah seorang guru ditempatnya mengajar punya koleksi film Eumpang Breuh di laptopnya. Si teman tadi pun ditunjuk menjadi penerjemah film Eumpang Breuh bagi guru di sekolahnya itu.

Kok bisa ya? Padahal film Bang Joni dkk hanya diproduksi untuk lokal saja. Artinya film ini diproduksi dan beredar hanya khusus di Aceh. Penggunaan bahasa Aceh sebagai pengantar film membuat pasar film ini terbatas. Alat peredarannya juga hanya melalui kepingan VCD, artinya kemungkinan untuk di tonton oleh orang di luar Aceh itu kecil sekali.

Tapi inilah efek dari kemajuan teknologi informasi, kini semua bisa kita dapat hanya dengan sentuhan jari. Bila kita coba searching di intenet lumayan banyak potongan film Eumpang Breuh yang ada situs berbagi videoYoutube. Tak menutup kemungkinan film ini telah banyak ditonton orang-orang yang tinggal jauh dari Aceh. Bahasa tidak menjadi soal, Kekuatan cerita membuat film ini mendapat tempat tersendiri di hati pencintanya.

Ini Dia Profil Pemain Film Eumpang Breuh

  Eumpang Breuh kalau di indonesiakan artinya Karung beras atau Goni Beras. Eumpang Breuh dalam Film komedi ini berarti sebuah keberuntungan bagi Joni Kapluk karena mendapatkan seorang kekasih/istri secantik dan sekaya Yusniar anak sematang wayang Haji Uma, Jadi intinya Jonni Kapluk dengan serba kekurangan setelah dengan segala daya dan upaya akhirnya mendapatkan Yusniar ibarat mendapatkan karung beras.sebuah kisah cinta yang penuh liku dan rintangan dan yang pasti kocak


Eumpang Breuh ( Preman Gampong ) adalah film serial Komedi Aceh yang sudah Top Markotop di Nanggroe Aceh ini juga menggambarkan dan menceritakan tentang kehidupan dipedesaan Aceh, Dikemas dengan topik yang terjadi sehari-hari dan memunculkan realitas akting dari para pemainnya. Grup lawak ini tidak hanya digemari oleh kawula muda, namun juga sangat dinantikan episode-episode lainnya oleh berbagai kalangan ataupun usia. Serial yang menghebohkan jagat industri film Aceh ini disutradarai oleh Ayah Doe dan Din Keramik sebagai Produser. Adapun bintang utamanya di perankan oleh :

Aktor-aktor utama dari Film komedi Aceh Eumpang Breuh adalah :

1. Abdul Hadi sebagai Joni Kapluk

Abdul Hadi yang lebih populer dengan sapaan Bang Joni ( Panggilan warga dan panggilan mesra Yuniar ) atau Kapluk ( Panggilan akrab Mando dalam serial Eumpang Breuh )adalah pria kelahiran Jungka Gajah pada 6 Februari 1971. Mantan penyiar ini juga sebelumnya telah pernah menyutradarai Film Aceh namun tidak sukses seperti Eumpang breuh dan sering tampil di pentas-pentas seni Nanggroe Aceh Darussalam.
Dalam film Komedi Aceh Eumpang Breuh Abdul Hadi telah berhasil mengecap kesuksesan seiring meledaknya penjualan Eumpang Breuh di pasaran. Abdul Hadi yang mengaku baru punya satu istri ini dan mempunyai anak tiga orang ini merasa sangat bersyukur terhadap apa yang telah diraihnya sekarang ini.



2. Nurhasyidah sebagai Yusniar

Nurhasyidah atau yang lebih dikenal dengan Yusniar ini adalah karyawan BPD Cabang Lhokseumawe. Gadis kelahiran 11 Desember 1987 ini merupakan anak ketiga dari pasangan Husaini dan Meta.Nurhasyidah telah memperoleh hampir segalanya diusianya yang masih ralatif muda.Berkat tangan dingin Ayah Doe yang menjadi sutradara Eumpang Breuh Nurhasyidah dalam perannya yang apik telah menunjukkan kepiawainnya di film Komedi Aceh Eumpang Breuh.



3. Sulaiman sebagai Mando Gapi

Sulaiman alias Mando Gapi lebih ngetop dengan panggilan Mando ( sapaan akrab Kapluk dalam serial Eumpang Breuh )atau Nek Mando lahir di Bireuen tahun 1970. Sebelum bermain dalam Film Eumpang Breuh Sulaiman dulunya adalah pedagang yang bergerak dalam bisnis jual beli udang. Dalam film Komedi Aceh Eumpang Breuh Mando sangat melekat di hati pemirsa dengan perannya yang kocak , walaupun demikian sosok asli dalam keseharian kelihatan sangat jauh berbeda dengan perannya di Eumpang Breuh.



4. Umar Perdana sebagai Haji Uma

Umar Pradana yang lebih beken dengan panggilan Haji Uma ini adalah pria kelahiran Alue Awe 11 Oktober 1973 dan saat ini telah mempunyai dua orang anak. Umar Pradana dalam kesehariannya disamping seorang Mubalig alias Pendakwah juga disibukkan dengan aktifitas menyiar di Radio Citra Multi Swara yang dikelolanya.Dalam film Komedi Aceh Eumpang Breuh Haji Uma ini sepertinya tidak bisa dipisahkan dari Parang dan merupakan sosok yang bertemperamen tinggi hingga kelihatan sangat sangar dan sangat ditakuti oleh Kapluk, Mando dan masyarakat. Sosok asli dalam keseharian sangat jauh berbeda dengan perannya di Eumpang Breuh.



Para pemeran utamanya seperti Joni Kapluk dengan sifat innocentnya, Yusniar dengan aura pesona khas wajah wanita Aceh, Haji Uma yang awalnya tampil tempramen dan sangat emosional dan belakangan sudah sedikit civilized, dan Mando yang selalu setia menemani Bang Joni mewujudkan impiannya serta menjadi pemberi solusi yang kocak dan ampuh terhadap masalah yang dihadapi Bang Joni, seakan menjadi magnet tersendiri bagi para penggemarnya.

Grup lawak ini sudah sangat eksis di Aceh, semoga saja bisa bersaing di tingkat nasional dengan menampilkan berbagai kultural yang berbeda. Grup yang sudah melakoni sembilan episode tayangnya dan 3 episode Special serta telah memproduksi ratusan ribu keping compact disk ini, sangat dinantikan aksi panggungnya oleh mayoritas pecinta humor dan awak di Aceh.